Dalam konteks kebersihan dan kesehatan, pentingnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) di setiap satuan penyelenggaraan pangan yang berpotensi mempengaruhi kualitas makanan tidak bisa diremehkan. Proses pengontrolan kualitas tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari pelatihan hingga sertifikasi yang diatur oleh instansi terkait.
Setiap SPPG wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), serta Sertifikat Halal. Ketiadaan sertifikasi ini dapat berdampak pada kesehatan masyarakat, sehingga menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat untuk memastikan seluruh persyaratan dipenuhi.
Para relawan yang terlibat dalam penanganan makanan pun harus mengikuti pelatihan khusus, termasuk pelatihan penjamah makanan, untuk mencegah potensi risiko kesehatan. Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mereka mengenai keamanan pangan dan praktik higienis yang benar.
Pentingnya Sertifikat Laik Higiene Sanitasi untuk SPPG
Berdasarkan data dari beberapa sumber, Cirebon menjadi salah satu kota yang mengatur dengan ketat kelayakan SPPG. Dari 21 SPPG yang beroperasi di Kota Cirebon, 15 di antaranya sudah berhasil mendapatkan SLHS, sementara sisanya masih dalam proses pengajuan. Ini menunjukkan upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas layanan pangan di daerah tersebut.
Di sisi lain, Kabupaten Cirebon juga menunjukkan kemajuan yang signifikan. Dari total 139 SPPG yang beroperasi, 106 sudah memiliki SLHS, dan 24 sedang dalam tahap pengujian. Dengan begitu, masyarakat diharapkan mendapatkan jaminan keamanan pangan yang lebih baik.
Namun, masih terdapat tantangan bagi SPPG yang belum mengajukan SLHS. Ada beberapa SPPG di Kota dan Kabupaten Cirebon yang belum memenuhi syarat tersebut, dan ini menjadi perhatian serius bagi pihak pemerintah setempat untuk segera mengambil tindakan yang diperlukan. Mengingat pentingnya sertifikasi ini, semua SPPG diminta untuk segera bertindak.
Tindakan Tegas Terhadap SPPG yang Belum Memenuhi Persyaratan
Pihak berwenang memberikan tenggat waktu bagi SPPG yang belum mengurus SLHS untuk segera mendaftarkan diri. Dalam hal ini, ketegasan sangat diperlukan agar semua pihak bisa mematuhi peraturan yang telah ditetapkan. Jika dalam waktu sebulan SPPG tidak melakukan pendaftaran, mereka akan ditindak tegas dengan suspensi.
Pernyataan ini jelas menyiratkan bahwa kesehatan masyarakat adalah prioritas utama. Pihak berwenang, termasuk Dinas Kesehatan, berkomitmen untuk menjalankan peran mereka dalam menjaga standar kebersihan di seluruh unit pangan. Kebijakan ini adalah langkah strategis dalam rangka melindungi masyarakat dari potensi bahaya kesehatan.
Apresiasi juga diberikan kepada Sekretaris Daerah Kota Cirebon yang telah mengambil inisiatif dalam menetapkan aturan ketat. Sebagai Ketua Satgas MBG, beliau memastikan bahwa SPPG yang belum memenuhi syarat tidak dapat memberikan makanan kepada ibu hamil, menyusui, dan balita, demi menjaga kesehatan mereka dengan maksimal.
Peran Pemerintah dan Instansi Terkait dalam Menjamin Keamanan Pangan
Pemerintah daerah, bersama dengan instansi terkait, terus mengedukasi dan memberikan pelatihan bagi SPPG. Salah satu upaya yang diambil adalah pelatihan rapid test pangan yang dipersiapkan oleh Dinas Keamanan Pangan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan SPPG dalam memastikan makanan yang disajikan memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan.
Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya menjamin keamanan pangan, tetapi juga membantu SPPG dalam memperbaiki standar layanan. Dengan pelatihan yang tepat, mereka dapat lebih memahami proses pengujian dan pemantauan kualitas makanan yang mereka sajikan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Ke depan, diharapkan adanya kolaborasi antara SPPG dan pemerintah untuk menjaga kualitas pangan. Sistem pemantauan yang ketat dapat membantu mendeteksi masalah lebih awal sebelum berdampak pada kesehatan masyarakat. Ini merupakan langkah krusial dalam menjaga keselamatan semua pihak yang terlibat dalam rantai pasokan makanan.




