Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) telah menghentikan operasinya dalam pencarian dan pertolongan korban ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, setelah sembilan hari berjalan. Pada tanggal 7 Oktober 2025, data terakhir menunjukkan 67 korban telah berhasil ditemukan, termasuk delapan potongan tubuh.
Sampai hari ke-9, pekan lalu, Basarnas berhasil mengumpulkan total 171 orang yang terlibat insiden tersebut, dimana 104 di antaranya telah selamat. Berita ini menjadi sorotan publik dan mengundang berbagai reaksi dari masyarakat serta pihak berwenang.
Dalam pengumuman resmi, Direktur Operasi Pencarian dan Pertolongan Basarnas RI menyampaikan informasi terkini mengenai jumlah korban. Yudhi Bramantyo menjelaskan bahwa tim mereka berupaya sebaik mungkin untuk menemukan semua korban dalam situasi yang penuh tantangan ini.
Detail Akhir Penanganan Korban yang Terlibat dalam Insiden Ambruknya Gedung
Data terbaru menunjukkan bahwa total 67 korban meninggal dunia, di mana delapan di antaranya merupakan potongan tubuh. Proses evakuasi dilakukan secara hati-hati untuk memastikan semua korban dapat teridentifikasi dengan akurat oleh tim Disaster Victim Identification (DVI).
Pihak DVI berhasil mengidentifikasi 34 jenazah di hari ke-9 pasca kejadian. Ini merupakan langkah penting dalam memberikan kejelasan kepada keluarga korban dan mengurangi rasa duka yang mendalam.
Dari keseluruhan jumlah tersebut, satu potongan tubuh berhasil dicocokkan dengan jenazah yang ada, menunjukkan adanya kemajuan dalam proses identifikasi. Proses pengumpulan data ante mortem dan post mortem oleh tim DVI terus berjalan meskipun operasional pencarian telah ditutup.
Respon Pemerintah Terhadap Insiden Tragedi di Pondok Pesantren
Setelah kejadian ambruknya gedung, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar aktivitas di Ponpes Al Khoziny dihentikan sementara. Ini dilakukan sebagai langkah pencegahan untuk memastikan keselamatan para santri yang sedang menempuh pendidikan di sana.
Amirsyah Tambunan, Sekretaris Jenderal MUI, menekankan pentingnya keamanan dan kenyamanan di lingkungan pesantren. Ia meminta agar bangunan tersebut dinyatakan layak oleh ahli sebelum digunakan kembali.
Menanggapi insiden ini, Mentri Agama juga mengatakan bahwa pemerintah akan mendata pesantren-pesantren yang belum memenuhi standar keamanan. Hal ini diharapkan dapat mencegah terulangnya tragedi serupa di masa mendatang.
Langkah Selanjutnya dalam Penanganan Kasus dan Kesiapan Bangunan di Pesantren
Setelah melakukan evaluasi, pemerintah berencana untuk melakukan pengecekan berkala terhadap kondisi bangunan pesantren. Upaya ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa semua gedung yang digunakan untuk pendidikan memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan.
Menurut Menko PM, penting untuk tidak lagi membangun gedung tanpa izin, mengingat hal itu bisa berpotensi menimbulkan risiko yang tidak diinginkan. Dia berharap langkah-langkah pencegahan akan lebih ketat di masa depan.
Pemerintah juga bertekad untuk melakukan komunikasi yang lebih baik dengan semua pihak terkait. Ini termasuk membangun kerjasama antara pengelola pesantren dengan pihak berwenang agar semua bangunan yang ada memenuhi standar keselamatan.