Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya baru-baru ini menangkap seorang pria berinisial WFT (22) yang diduga sebagai peretas dengan nama alias ‘Bjorka’. Penangkapan ini menjadi berita hangat karena WFT merupakan pemilik akun media sosial di platform X dengan nama @bjorkanesiaa yang sempat menjadi sorotan publik.
WFT, yang berasal dari Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara, ditangkap di lokasi tinggalnya pada tanggal 23 September 2025. Penangkapan ini terkait dengan laporan yang diterima polisi dari salah satu bank swasta mengenai dugaan pencurian data nasabah.
Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, menjelaskan bahwa WFT berperan sebagai pemilik akun yang diduga telah mengakses dan mengunggah informasi sensitif terkait database nasabah. Hal ini menunjukkan bahwa pencurian data bukan hanya isu teknis, tetapi juga ancaman terhadap privasi masyarakat.
WFT ditangkap setelah pihak bank melaporkan aktivitas mencurigakan yang dilakukan oleh akun @bjorkanesiaa pada 17 April 2025. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa WFT mengunggah tampilan database nasabah serta mengirim pesan ke akun resmi bank dengan mengklaim bahwa ia telah berhasil melakukan hack terhadap 4,9 juta akun data nasabah.
Menurut informasi dari AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon selaku Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber, tindakan WFT berpotensi mengarah pada upaya pemerasan terhadap bank tersebut. Meskipun demikian, pemerasan tersebut tidak terlaksana karena bank segera melapor ke pihak berwenang.
WFT ternyata sudah aktif di dunia siber dan mengaku sebagai Bjorka sejak tahun 2020. Ia memiliki akun di forum gelap dengan nama yang sama, menunjukkan bahwa aktivitasnya telah berlangsung cukup lama. Kasus ini menyoroti pentingnya keamanan di dunia maya, serta perlunya kesadaran akan potensi ancaman data pribadi.
Pencurian Data: Latar Belakang dan Metode yang Digunakan
Pemeriksaan atas aktivitas WFT mengungkapkan bahwa ia telah terlibat dalam berbagai tindakan ilegal, termasuk pencurian data dari bank dan perusahaan lainnya. Dia mengunggah contoh akses perbankan melalui akun media sosialnya, yang menunjukkan betapa mudahnya informasi sensitif dapat diekspos.
Pada bulan Februari 2025, akun forum gelap milik WFT mulai menarik perhatian, yang mendorongnya untuk mengganti nama akun menjadi SkyWave. Penggantian ini sepertinya merupakan upaya untuk menghindari deteksi dari penegak hukum.
Setelah mengganti nama, WFT kembali meng-upload sampel data akses perbankan dan melakukan komunikasi dengan pihak bank yang dituju dengan tujuan pemerasan. Hal ini menggambarkan bagaimana para peretas seringkali melakukan pendekatan psikologis untuk mencapai tujuannya.
Selanjutnya, pada Maret 2025, WFT juga menggunakan platform Telegram untuk mendistribusikan ulang data yang berhasil dia curi. Tindakan ini menunjukkan keterkaitan WFT dengan jaringan lebih luas yang terlibat dalam jual beli data secara ilegal, yang semakin memperumit masalah keamanan data di masyarakat.
Dalam penjelasannya, WFT mengakui telah memperoleh data sensitif dari berbagai sumber, termasuk informasi perbankan dan data perusahaan di Indonesia. Namun, penyidik terus menyelidiki asal-usul data tersebut untuk memperdalam pemahaman tentang praktik ilegal ini dan upaya pencegahan yang diperlukan di masa depan.
Proses Hukum dan Pidananya
WFT kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini dan ditahan oleh pihak kepolisian. Ia dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran yang dilakukan.
Jika terbukti bersalah, WFT dapat menghadapi hukuman penjara selama maksimal 12 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia mulai lebih tegas dalam menanggapi kasus-kasus terkait kejahatan siber yang semakin meningkat.
Wakil Direktur Reserse Siber, AKBP Fian Yunus, menyatakan bahwa pihaknya masih mendalami latar belakang WFT dan hubungannya dengan sosok Bjorka yang sebelumnya dikenal luas oleh publik. Dalam upaya ini, mereka akan memverifikasi berbagai bukti dan jejak digital yang relevan untuk memperkuat kasus ini.
Fian menekankan bahwa identitas di dunia maya seringkali dapat menipu, dan perlu dilakukan investigasi lebih dalam agar bisa menemukan fakta yang tepat. Penegakan hukum dalam kasus ini menunjukkan komitmen untuk melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan siber yang kian meruncing.
Dengan penangkapan WFT, masyarakat diingatkan akan pentingnya keamanan data pribadi dan perlunya upaya kolektif untuk melawan kejahatan siber. Ini merupakan langkah positif dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua pengguna internet di Indonesia.