Mekanisme kapitasi berbasis risiko yang diperkenalkan melalui Permenkes No. 3 Tahun 2023 membawa harapan bagi peningkatan kualitas layanan kesehatan di tingkat primer. Regulasi ini memungkinkan penyesuaian besaran kapitasi sesuai dengan karakteristik peserta, termasuk usia, kondisi kesehatan, dan lokasi geografis yang lebih kompleks.
Dalam implementasinya, skema insentif berbasis kinerja menjadi elemen penting. Indikator kinerja seperti angka kontak, rasio rujukan, dan program manajemen penyakit kronis dirancang untuk mendorong penyedia layanan meningkatkan mutu perawatan.
Sayangnya, di lapangan, aplikasi dari kebijakan ini masih tampak terbatas. Kebanyakan indikator yang digunakan lebih fokus pada proses administratif, bukannya hasil yang benar-benar dirasakan oleh pasien.
Pentingnya Insentif pada Kualitas Layanan Kesehatan
Karena itu, pengembangan insentif tambahan yang lebih berfokus pada mutu klinis menjadi krusial. Misalnya, keberhasilan dalam mengontrol hipertensi dan diabetes serta cakupan imunisasi lengkap bisa dijadikan indikator penting bagi rumah sakit.
Pengalaman pasien juga harus menjadi bagian dari pengukuran kinerja. Dengan bobot insentif yang jelas dan transparan, diharapkan penyedia layanan semakin termotivasi untuk meningkatkan kualitas perawatan.
Di ranah rumah sakit, sistem INA-CBG yang telah ada dapat diperkuat dengan pendekatan berbasis mutu. Konsep Quality-Adjusted DRG dapat memberikan tambahan pembayaran kepada rumah sakit yang memenuhi standar klinis tertentu.
Implementasi Pembaruan Sistem Pembayaran Rumah Sakit
Keberhasilan reformasi ini juga bergantung pada bagaimana dokter dan rumah sakit mampu menjaga keselamatan pasien. Jika mereka berhasil menekan angka rawat ulang, pemerintah akan memberikan kompensasi yang lebih baik kepada mereka.
Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah sederhana. Pemerintah saat ini sedang merancang sistem pembayaran rumah sakit yang lebih adil, dengan mempertimbangkan faktor kompleksitas dan keparahan masing-masing kasus.
Apabila tidak dilakukan dengan hati-hati, ada risiko bahwa pembaruan ini justru akan menciptakan masalah baru alih-alih mengatasi yang sudah ada. Misalnya, integrasi antara layanan primer dan system rujukan yang masih lemah perlu diperkuat.
Antisipasi Terhadap Potensi Permasalahan dalam Reformasi Tarif Kesehatan
Memastikan bahwa setiap perubahan kebijakan tidak hanya baik di atas kertas sangat penting. Oleh karena itu, sejumlah celah yang mungkin muncul, seperti ketimpangan kesiapan SDM dan administrasi klaim di berbagai rumah sakit, perlu diantisipasi sejak dini.
Terlebih lagi, potensi sengketa tarif tanpa adanya otoritas independen juga harus diperhatikan. Situasi ini bisa memperburuk kualitas layanan jika tidak dikelola dengan baik.
Seiring dengan pengembangan ini, fokus pada aspek promotif dan preventif juga harus diutamakan. Rencana reformasi tarif seharusnya tidak hanya menguntungkan pihak tertentu tetapi harus berpihak pada masyarakat luas dan memperbaiki mutu layanan kesehatan secara keseluruhan.
Ekosistem layanan kesehatan yang terintegrasi dan saling mendukung adalah impian yang harus dicapai. Dengan demikian, keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional dapat terjaga dengan baik dan masyarakat mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.
Secara keseluruhan, pembaruan ini harus ditangani dengan penuh pertimbangan dan strategi yang matang. Hanya dengan cara ini, semua pihak yang terlibat dapat memberikan kontribusi positif terhadap sistem kesehatan nasional.



