Di tengah isu kekerasan di kalangan pelajar yang semakin marak, peristiwa tragis baru saja terjadi di Grobogan, Jawa Tengah. Seorang siswa SMP berinisial ABP ditemukan tewas setelah diduga menjadi korban perundungan atau bullying, mengguncang komunitas setempat.
Keluarga ABP melaporkan bahwa ada banyak luka di tubuhnya, dan mereka menduga adanya penganiayaan yang intensif. Kejadian ini menciptakan gelombang rasa simpati dan kemarahan di kalangan masyarakat, mengingat ia bukan satu-satunya yang mengalami perlakuan brutal di sekolah.
Pihak kepolisian kini menyelidiki kematian tragis ini dengan mengumpulkan keterangan dari berbagai saksi, termasuk teman-teman ABP. Kasus ini membuka kembali diskusi mengenai perilaku bullying yang kerap kali dianggap remeh, padahal dampaknya sangat serius.
Penyelidikan Polisi Terkait Kematian Siswa
Menurut keterangan yang beredar, terdapat sejumlah luka serius yang ditemukan di tubuh korban. Ayah ABP, Sawindra, berbagi detail terkait kondisi anaknya, serta bagaimana kabar tersebut sampai ke keluarga. Informasi awal diperoleh dari nenek korban, yang mendengar berita dari seorang teman.
“ABP pingsan dan dibawa ke puskesmas. Saat itu nenek langsung menghubungi saya,” ucap Sawindra dengan nada sedih. Dokter yang menangani anaknya mengkonfirmasi adanya beberapa luka serius, termasuk patah tulang dan memar di berbagai bagian tubuh.
Hasil pemeriksaan medis menunjukkan bahwa bagian belakang kepala ABP mengalami patah tulang, sebuah kondisi yang menurut dokter sangat fatal. Kejadian ini menambah keprihatinan publik terkait perlunya penanganan yang lebih serius terhadap perilaku perundungan di sekolah.
Dugaan Perlakuan Kekerasan di Sekolah
Sawindra mengungkapkan bahwa anaknya diduga menjadi target perlakuan kekerasan dari sejumlah siswa di sekolahnya. Ia menyatakan telah mendengar cerita bahwa anaknya dibanting ke lantai dan dijedotkan ke tembok, menambah daftar panjang kasus perundungan yang terjadi di sana.
“Dua bulan lalu ABP juga mengalami hal serupa, bahkan sampai tidak berani masuk sekolah,” katanya. Dalam laporan sebelumnya, nenek ABP telah mengadukan situasi ini kepada pihak sekolah, berharap adanya perubahan dalam lingkungan belajar anaknya.
Namun, meski laporan sudah dibuat, tidak ada tindakan yang berarti dari pihak sekolah. “Seharusnya ada tindakan tegas, tapi tidak ada panggilan untuk siswa yang terlibat, seolah-olah masalah ini dianggap sepele,” ungkap Sawindra penuh kekecewaan.
Keluarga Menuntut Keadilan dan Penegakan Hukum
Setelah kejadian tragis ini, keluarga ABP meminta agar polisi mengungkap kasus ini dengan jelas. Mereka bertekad untuk memasukkan nama-nama yang terlibat ke dalam proses hukum agar pihak yang bersalah mendapatkan hukuman yang setimpal.
Sawindra juga mengungkapkan ketidakpastian mengenai identitas pelaku, apakah siswa yang sama atau berbeda yang telah menyakiti anaknya. “Kami hanya ingin keadilan, agar hal seperti ini tidak terjadi lagi pada anak lainnya,” tegasnya.
Di sisi lain, pihak sekolah merasa berduka dan menegaskan bahwa mereka juga mendukung proses hukum yang tengah berlangsung. Kepala Sekolah menyatakan bahwa mereka siap bekerjasama dengan aparat kepolisian untuk menyelidiki kejadian tersebut.
Langkah-langkah yang Diambil Sejak Kejadian
Pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk guru dan teman-teman siswa yang terlibat. Kombes Artanto, Kabid Humas Polda Jateng, melaporkan bahwa telah terjadi minimal dua kali perkelahian antara ABP dengan siswa lain sebelum kejadian fatal ini.
“Pada pagi hari, ABP terlibat dalam perkelahian dengan satu anak, dan siangnya dengan anak lainnya. Setelah perkelahian kedua, ia mengalami kejang-kejang,” ucap Artanto, menjelaskan kronologi kejadian. Meski ABP sempat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tidak tertolong.
Polisi sekarang sedang dalam proses mendalami keterangan dari berbagai pihak untuk mengungkap keseluruhan cerita di balik tragedi ini. Langkah-langkah pencegahan perlu dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.




