Rektor Universitas Indonesia, Heri Hermansyah, baru-baru ini memberikan pernyataan resmi terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang membatalkan Surat Keputusan Rektor Nomor 475/SK/R/UI/2025. Keputusan ini diambil setelah adanya gugatan dari dua anggota akademik UI yang terlibat dalam penelitian disertasi Bahlil Lahadalia.
Pernyataan ini menegaskan komitmen UI untuk menjaga integritas akademik institusi. Meski menghadapi kontroversi, Rektor UI bertekad untuk melanjutkan upaya hukum dan mengedepankan etika akademik sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan isu-isu penting di dunia pendidikan yang seringkali mendapat perhatian besar. Rektor yang baru menjabat ini pun merasakan tekanan untuk memberikan klarifikasi yang tepat dan transparan.
Penjelasan Rektor mengenai Sikap Resmi Universitas Indonesia
Dalam keterangannya, Heri Hermansyah menyatakan penolakan tegas terhadap putusan tersebut. Menurutnya, masalah etika akademik merupakan ranah internal yang seharusnya tidak diintervensi oleh pengadilan. Ia menyatakan, “Ini bukan ranah perdata, tetapi berkaitan langsung dengan tata kelola dan etika akademik di universitas.”
Lebih lanjut, Rektor menekankan bahwa Universitas Indonesia memiliki otoritas penuh dalam mengatur urusan internal akademis. Proses ini penting untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil sesuai dengan norma dan prosedur yang berlaku dalam lingkungan pendidikan tinggi.
Keputusan PTUN itu dianggapnya sebagai suatu tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh pihak rektorat, tetapi juga oleh seluruh civitas akademika. Rektor berharap, setiap elemen dalam universitas bisa memahami pentingnya menjaga integritas dan reputasi institusi pendidikan yang telah diakui secara internasional.
Tindak Lanjut dan Langkah Hukum Universitas Indonesia
Sebagai langkah lanjutan, Universitas Indonesia berencana untuk mengajukan banding terhadap putusan yang dikeluarkan oleh PTUN. Rektor percaya bahwa upaya ini adalah langkah yang tepat untuk mempertahankan keputusan yang telah diambil terhadap kasus disertasi Bahlil Lahadalia.
Heri Hermansyah menegaskan bahwa banding ini adalah bentuk upaya defensif yang dilakukan demi menjaga citra dan kredibilitas Universitas Indonesia. “Kami tidak akan mundur dalam mempertahankan keputusan yang telah diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh,” tuturnya.
Keputusan untuk mengajukan banding bukan hanya berdasarkan hitungan hukum, tetapi juga refleksi dari nilai-nilai yang dianut oleh seluruh civitas akademika UI. Upaya ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak agar menghormati proses akademik yang telah berlangsung.
Konsekuensi dari Putusan PTUN dan Dampaknya bagi Universitas
Putusan yang dikeluarkan PTUN tentunya membawa dampak yang signifikan bagi Universitas Indonesia. Banyak pihak yang mengkhawatirkan bahwa keputusan ini bisa menciptakan preseden yang tidak baik untuk penanganan masalah akademik di masa depan.
Heri mengungkapkan bahwa keputusan tersebut harus dipahami dalam konteks yang lebih luas, di mana setiap institusi pendidikan harus mampu beradaptasi dan menjalankan fungsi akademisnya tanpa tekanan dari pihak eksternal. “Kita perlu menemukan cara untuk menghadapi tantangan ini dengan cara yang konstruktif,” ujarnya.
Sejumlah pengamat bahkan menganggap kasus ini merupakan refleksi dari krisis kepercayaan yang dapat mengganggu atmosfer akademik di universitas. Dengan adanya ketidakpastian hukum, civitas akademika diharapkan tetap fokus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dalam mendidik generasi penerus.
Pentingnya Dialog dan Komunikasi dalam Menyelesaikan Konflik di Kampus
Di tengah perseteruan ini, dialog antara pihak-pihak yang terlibat menjadi semakin krusial. Rektor menyerukan pentingnya komunikasi yang terbuka dan konstruktif untuk menyelesaikan masalah. “Kita harus duduk bersama dan mencari solusi yang memuaskan semua pihak,” katanya.
Dalam konteks ini, Rektor mengajak para pihak yang berselisih untuk kembali ke jalur diskusi. Ia yakin, dengan pendekatan yang tepat, banyak masalah dalam lingkungan akademik dapat diselesaikan tanpa perlu masuk ke ranah hukum.
Apabila dialog bisa ditempuh, akan sangat mungkin untuk menemukan jalan tengah yang saling menguntungkan. Rektor percaya bahwa semua anggota civitas akademika memiliki niat yang sama, yaitu untuk memajukan pendidikan di Indonesia.




