Persoalan kehadiran atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta menjadi sorotan tajam dari berbagai kalangan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menganggap pemerintah harus mengambil sikap tegas atas partisipasi tersebut. Dalam konteks politik dan kemanusiaan, keputusan ini menjadi sangat signifikan karena berhubungan dengan dampak yang lebih luas di tingkat internasional.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menegaskan bahwa kehadiran atlet Israel dalam ajang olahraga tersebut akan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Ia menyebut bahwa Israel, sebagai pelaku genosida di Palestina, tidak sepatutnya ditawarkan kesempatan untuk tampil di arena internasional yang berlangsung di tanah air.
Kondisi ini dianggap bukan hanya sebagai persoalan nasional, tetapi juga menjadi isu yang mengundang protes di tingkat global. Sikap tegas terhadap Israel dianggap penting untuk mempertahankan komitmen yang telah lama dipegang oleh Indonesia terhadap isu-isu kemanusiaan.
Argumen Kemanusiaan dalam Penolakan Atlet Israel
Penolakan terhadap keikutsertaan atlet Israel dalam kompetisi di Indonesia berakar pada sejarah panjang perjuangan melawan penjajahan. Sukamta mengingatkan bahwa sejak awal kemerdekaan, Indonesia telah menunjukkan sikap netral dan jelas menolak segala bentuk penjajahan. Konstitusi Indonesia pun menegaskan komitmen ini dengan jelas.
Sejarah mencatat, pada 1958, Indonesia dengan tegas mundur dari kualifikasi Piala Dunia demi menjaga konsistensi sikap terhadap Israel. Pada tahun yang sama, Indonesia juga menolak memberikan visa bagi delegasi Israel di Asian Games 1962, meskipun hal itu memicu ketegangan internasional.
Dalam konteks modern, penolakan ini berulang kali ditunjukkan. Sukamta mencatat, penolakan terhadap kehadiran tim nasional Israel pada Piala Dunia U-20 2023 juga membuat FIFA mencabut hak Indonesia sebagai tuan rumah. Kejadian ini menunjukkan bahwa ada risiko politik yang harus diperhitungkan dalam mengambil keputusan terkait keikutsertaan Israel di kompetisi internasional.
Kondisi Kemanusiaan di Palestina yang Memprihatinkan
Sukamta menyoroti bahwa kondisi kemanusiaan di Gaza saat ini sangat memprihatinkan. Menurut laporan dari berbagai lembaga, termasuk PBB, ratusan ribu warga Palestina telah menjadi korban dalam konflik berkepanjangan, dengan banyak di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Di tengah keprihatinan ini, partisipasi atlet Israel di ajang olahraga internasional dianggap tidak sensitif.
Berdasarkan data yang ada, lebih dari 90.000 anak di Gaza mengalami malnutrisi akut akibat konflik yang berkepanjangan. Sukamta mempertanyakan, dalam kondisi seperti ini, apakah pantas bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah bagi kompetisi yang melibatkan negara yang dianggap sebagai penyerang.
Dengan berpartisipasi dalam kompetisi seperti ini, Indonesia bisa dianggap kurang peka terhadap penderitaan rakyat Palestina. Ini menjadikan posisi Indonesia di mata komunitas internasional menjadi sorotan penting, terutama dalam konteks solidaritas kemanusiaan.
Kontroversi keikutsertaan Atlet Israel dalam Kompetisi Olahraga
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP juga tegas menolak keikutsertaan atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025. Penolakan ini sejalan dengan sikap mereka yang telah diambil pada event-event internasional sebelumnya, termasuk penolakan terhadap Timnas Israel pada Piala Dunia U-20.
Guntur Romli, Juru Bicara DPP PDIP, menegaskan bahwa sikap ini adalah bagian dari komitmen Indonesia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina. Ia menambahkan bahwa adanya hubungan diplomatik dengan negara penjajah seperti Israel tidak selaras dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi.
Penolakan ini juga berkaitan erat dengan kebijakan legendaris yang diciptakan oleh Bung Karno, yang menolak segala bentuk kerjasama dengan Israel. Ini menunjukkan sebuah tradisi panjang yang masih dipegang teguh oleh banyak pihak di Indonesia.
Sikap penolakan ini bukan hanya sekadar retorika, melainkan juga merupakan langkah konkret untuk menunjukkan solidaritas terhadap Palestina. Hal ini semakin relevan dengan tindakan genosida yang terjadi, yang tentunya perlu dijadikan pertimbangan serius dalam pengambilan keputusan di arena internasional.